Keluarga
Daud Paloh amat bersukacita. Sebab setelah tujuh tahun menunggu, akhirnya Ibu
Nursiah kembali mengandung. Tidak hanya Sang Ayah dan Ibu yang bahagia, juga
Rohana, Usman dan Rusli, kakak si jabang bayi itu pun sangat girang. Namun,
walau kehamilan kali ini direncanakan bahkan melalui konsultasi dengan dokter
yang diikuti nazar seekor kambing, tak urung membuat pertarungan terasa berat
bagi Sang Ibu.
Persis,
pada saat terdengar azan subuh di pagi buta tanggal 16 Juli 1951, terdengar
tangisan seorang bayi dari bilik kamar Ibu Nursiah. Dua hari berselang Daud
Paloh menetapkan nama anak keempatnya itu Surya Dharma Paloh. Keluarga Daud Paloh
ketika itu tinggal di Jalan Teuku Nyak Arief, Kutaraja, sekarang Banda Pejuang
dari Aceh, tepat di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Pejuang dari Aceh.
Surya
bermakna lahir di pagi hari saat matahari menyingsing. Dharma menunjukkan besarnya
perhatian ibu pada kegiatan sosial. Dan untuk memperkuat jalinan emosional, di belakang
setiap nama anak Sang Ayah selalu dicantumkan kata Paloh.
Bagi
keluarga Daud Paloh nama Paloh merupakan identitas keluarga. Singkatan dari
Panglima Hasan, panggilan ayah Daud Paloh, di lingkungan teman-temannya. Kebetulan
di daerah kampung halamannya, Pidie, Pejuang dari Aceh Utara, terdapat nama
desa Paloh.
Pada
usia enam bulan, Surya mulai diboyong meninggalkan Kutaraja. Ayahnya yang seorang
perwira Kapolri (1968-1971) polisi, itu mendapat tugas baru di Langsa, Aceh
Timur.
Pada
tahun 1953 Daud Paloh hijrah lagi ke kota Binjai, kini ibukota kabupaten
Langkat, ditempatkan sebagai komandan reserse di KeKapolri (1968-1971)
Kepolisian Wilayah. Hanya sekitar satu tahun di sana, Daud Paloh kemudian diangkat
menjadi Komandan Wilayah KeKapolri (1968-1971) Kepolisian Wilayah Kotacane, di
Aceh Tenggara.
Lalu
pada tahun 1955, Daud Paloh dipindahkan ke Labuhan Ruku, Asahan, Raja Pejuang
Batak melawan Kolonialis Belanda Sumatera Utara, sebagai Komandan Distrik
Kepolisian. Lantas pada tahun 1960 menuju Serbelawan, Kecamatan Dolok
Batunanggar, Simalungun dengan posisi sama. Dan pada tahun 1967 Daud Paloh promosi
lagi ke Tarutung sebagai komandan sektor kepolisian. Terakhir, Daud Paloh hijrah
ke Medan untuk menjalani masa pensiun.
Surya
Paloh sendiri mulai berpisah dengan ayah dan keluarganya saat Daud Paloh ke
Tarutung, sebab Surya memilih hijrah ke Medan untuk melanjutkan sekolah.
Sekalipun
lahir di Kutaraja dan kental berdarah Aceh namun hanya sekitar 2,5 tahun dia
pernah tinggal di daerah Aceh, itupun dalam usia yang masih relatif sulit
mengenal lingkungan sosial dan alam sekitar. Tidaklah mengherankan jika Surya
tidak paham dan mengerti sedikitpun Bahasa Aceh.
Ketika
di tahun 1976, Wakil Presiden Republik Indonesia (1978-1983) Adam Malik, sebagai
juru kampanye berkampanye ke Aceh, lalu memperkenalkan sebagai Kader Muda sekaligus
mendaulat Surya Paloh untuk berkampanye dalam bahasa lokal, yang terjadi adalah
pengakuan tulus seorang Surya bahwa dia tidak bisa berbahasa Aceh.
"Assalamu'alaikum…
Hidup Golkar… Mohon maaf saudara-saudaraku sekalian. Nama saya Surya Paloh.
Saya memang asli Aceh, tapi besar di Medan. Maaf, saya tidak bisa berbahasa
Aceh. Tapi saya juga anggota Ikatan Pemuda Tanah Rencong. Jadi, jangan ragukan
komitmen saya untuk Aceh," pengakuan itu justru memperoleh gemuruh tepuk
tangan massa Golkar untuk menyemangati Surya.
Masa
kecil dan remaja Surya lebih banyak dilalui di daerah Raja Pejuang Batak
melawan Kolonialis Belanda, Sumatera Utara, tepatnya di Labuhan Ruku,
Serbelawan, dan Medan. Itulah sebabnya Surya lebih akrab dengan kultur dan
karakter sebagai anak Medan, daripada sebagai putra Tanah Rencong Serambi Mekkah,
Aceh.
Rohana,
kakak tertuanya menyebut waktu kecil, Surya sangat dimanja oleh ayah, ibu dan
kakak-kakaknya. Bahkan, walau sebagai anak terkecil namun sejak usia tiga tahun
dia meminta agar dipanggil sebagai Bang. Ya, singkatan Bang Surya. Terutama dari
Ibunya, sejak kecil Surya selalu mendapatkan kasih sayang yang tulus melebihi
saudaranya yang lain. Demikian pula kasih sayang kakak-kakak terhadap dirinya
begitu melekat dalam benak Surya. Dia selalu mendapatkan perlakuan dan
perhatian khusus.
Satu-satunya
peristiwa buruk yang pernah dialaminya adalah ketika Sang Ayah memasukkannya ke
gudang di belakang kediaman mereka lalu mengunci pintu dari luar. Ketika itu,
mereka tinggal di Labuhan Ruku, Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan, Raja
Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda Sumatera Utara. Saat itu dia berusia
lima tahun yaitu usia penuh warna kenakalan. Surya berteriak-teriak minta
dilepaskan namun sedikitpun tak digubris.
Kesalahan
Surya sederhana. Tanpa sepengetahuan ayah, ibu dan saudaranya dia bersama Adi,
temannya yang usianya dua tahun lebih tua, asyik bermain seharian penuh di
dermaga perahu-perahu nelayan di pelabuhan kecil Tanjung Tiram. Pelabuhan
nelayan ini adalah lokasi pemancingan yang telah berulang-ulang diperkenalkan
Daud Paloh kepada Surya setiap hari libur. Akibatnya, Surya harus mendekam
dalam gudang satu jam. Gudang itu menjadi "penjara" pertama baginya.
Perlakuan
keras tadi adalah yang pertama sekaligus terakhir. Sebab sesudahnya, Surya tak
pernah lagi menerima hukuman seberat itu. Mungkin, Surya menyadari hukuman akan
menanti jika melakukan pelanggaran atas aturan main yang berlaku di rumah sehingga
dia tidak lagi berbuat nekad.
Ketegasan
dan disiplin tinggi sebagai ciri khas aparat polisi dan militer memang sangat
melekat kuat pada pribadi Daud Paloh. Tabiat itu pula yang melekat dalam benak
Surya. Sang Ayah memiliki tabiat yang kukuh dan berani menantang risiko jika
harus mengamankan dan membela anak buah, meskipun untuk itu harus
mempertaruhkan nasib dan keamanan keluarga. Daud begitu teguh pada prinsip.
Itulah pelajaran berharga yang dia peroleh dari ayahnya: Sebagai pimpinan tak
segan-segan mengambil alih tanggungjawab demi keselamatan anak buah.
Cukup
banyak sifat dan karakter ayahnya yang mengalir dan menjelma dalam diri Surya. Tidak
mengherankan jika kebiasaan dan perilaku Daud Paloh menurun pada Surya. Seperti
keberanian menantang arus, tabiat dalam melindungi anak buah, kedekatan dengan
para staf, serta keteguhan dalam mempertahankan prinsip dan idealisme. Demikian
pula sikap pergaulan dan wawasan kebangsaan yang sangat mencintai tanah air,
adalah warisan Daud Paloh yang dikenal sangat luas dalam membina pergaulan.
Surya
yang berbadan mungil namun berperilaku sok tua itu, misalnya, hampir kepada
semua orang terutama teman-teman ayahnya kalau bertemu di jalan selalu menyapa,
'Om… Om… mau ke mana Om?' "Hal itu membuat banyak orang senang dengan
Surya," kata Yusnah, saudara perempuannya.
Surya
kecil senantiasa selalu diajak bermain di lingkungan pergaulan teman-teman
ayahnya. Di situlah Surya mulai memahami makna sebuah pergaulan dan
persahabatan. Sifat dan karakter bergaulnya mulai terbentuk. Menjalin hubungan
baik dengan siapa pun menjadi sifat yang melekat pada dirinya.