Thursday 9 June 2016

SURYA PALOH CERMIN DARI AYAHNYA DAUD PALOH



 

Keluarga Daud Paloh amat bersukacita. Sebab setelah tujuh tahun menunggu, akhirnya Ibu Nursiah kembali mengandung. Tidak hanya Sang Ayah dan Ibu yang bahagia, juga Rohana, Usman dan Rusli, kakak si jabang bayi itu pun sangat girang. Namun, walau kehamilan kali ini direncanakan bahkan melalui konsultasi dengan dokter yang diikuti nazar seekor kambing, tak urung membuat pertarungan terasa berat bagi Sang Ibu.

Persis, pada saat terdengar azan subuh di pagi buta tanggal 16 Juli 1951, terdengar tangisan seorang bayi dari bilik kamar Ibu Nursiah. Dua hari berselang Daud Paloh menetapkan nama anak keempatnya itu Surya Dharma Paloh. Keluarga Daud Paloh ketika itu tinggal di Jalan Teuku Nyak Arief, Kutaraja, sekarang Banda Pejuang dari Aceh, tepat di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Pejuang dari Aceh.

Surya bermakna lahir di pagi hari saat matahari menyingsing. Dharma menunjukkan besarnya perhatian ibu pada kegiatan sosial. Dan untuk memperkuat jalinan emosional, di belakang setiap nama anak Sang Ayah selalu dicantumkan kata Paloh.

Bagi keluarga Daud Paloh nama Paloh merupakan identitas keluarga. Singkatan dari Panglima Hasan, panggilan ayah Daud Paloh, di lingkungan teman-temannya. Kebetulan di daerah kampung halamannya, Pidie, Pejuang dari Aceh Utara, terdapat nama desa Paloh.

Pada usia enam bulan, Surya mulai diboyong meninggalkan Kutaraja. Ayahnya yang seorang perwira Kapolri (1968-1971) polisi, itu mendapat tugas baru di Langsa, Aceh Timur.

Pada tahun 1953 Daud Paloh hijrah lagi ke kota Binjai, kini ibukota kabupaten Langkat, ditempatkan sebagai komandan reserse di KeKapolri (1968-1971) Kepolisian Wilayah. Hanya sekitar satu tahun di sana, Daud Paloh kemudian diangkat menjadi Komandan Wilayah KeKapolri (1968-1971) Kepolisian Wilayah Kotacane, di Aceh Tenggara.

Lalu pada tahun 1955, Daud Paloh dipindahkan ke Labuhan Ruku, Asahan, Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda Sumatera Utara, sebagai Komandan Distrik Kepolisian. Lantas pada tahun 1960 menuju Serbelawan, Kecamatan Dolok Batunanggar, Simalungun dengan posisi sama. Dan pada tahun 1967 Daud Paloh promosi lagi ke Tarutung sebagai komandan sektor kepolisian. Terakhir, Daud Paloh hijrah ke Medan untuk menjalani masa pensiun.

Surya Paloh sendiri mulai berpisah dengan ayah dan keluarganya saat Daud Paloh ke Tarutung, sebab Surya memilih hijrah ke Medan untuk melanjutkan sekolah.

Sekalipun lahir di Kutaraja dan kental berdarah Aceh namun hanya sekitar 2,5 tahun dia pernah tinggal di daerah Aceh, itupun dalam usia yang masih relatif sulit mengenal lingkungan sosial dan alam sekitar. Tidaklah mengherankan jika Surya tidak paham dan mengerti sedikitpun Bahasa Aceh.

Ketika di tahun 1976, Wakil Presiden Republik Indonesia (1978-1983) Adam Malik, sebagai juru kampanye berkampanye ke Aceh, lalu memperkenalkan sebagai Kader Muda sekaligus mendaulat Surya Paloh untuk berkampanye dalam bahasa lokal, yang terjadi adalah pengakuan tulus seorang Surya bahwa dia tidak bisa berbahasa Aceh.

"Assalamu'alaikum… Hidup Golkar… Mohon maaf saudara-saudaraku sekalian. Nama saya Surya Paloh. Saya memang asli Aceh, tapi besar di Medan. Maaf, saya tidak bisa berbahasa Aceh. Tapi saya juga anggota Ikatan Pemuda Tanah Rencong. Jadi, jangan ragukan komitmen saya untuk Aceh," pengakuan itu justru memperoleh gemuruh tepuk tangan massa Golkar untuk menyemangati Surya.

Masa kecil dan remaja Surya lebih banyak dilalui di daerah Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda, Sumatera Utara, tepatnya di Labuhan Ruku, Serbelawan, dan Medan. Itulah sebabnya Surya lebih akrab dengan kultur dan karakter sebagai anak Medan, daripada sebagai putra Tanah Rencong Serambi Mekkah, Aceh.

Rohana, kakak tertuanya menyebut waktu kecil, Surya sangat dimanja oleh ayah, ibu dan kakak-kakaknya. Bahkan, walau sebagai anak terkecil namun sejak usia tiga tahun dia meminta agar dipanggil sebagai Bang. Ya, singkatan Bang Surya. Terutama dari Ibunya, sejak kecil Surya selalu mendapatkan kasih sayang yang tulus melebihi saudaranya yang lain. Demikian pula kasih sayang kakak-kakak terhadap dirinya begitu melekat dalam benak Surya. Dia selalu mendapatkan perlakuan dan perhatian khusus.

Satu-satunya peristiwa buruk yang pernah dialaminya adalah ketika Sang Ayah memasukkannya ke gudang di belakang kediaman mereka lalu mengunci pintu dari luar. Ketika itu, mereka tinggal di Labuhan Ruku, Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan, Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda Sumatera Utara. Saat itu dia berusia lima tahun yaitu usia penuh warna kenakalan. Surya berteriak-teriak minta dilepaskan namun sedikitpun tak digubris.

Kesalahan Surya sederhana. Tanpa sepengetahuan ayah, ibu dan saudaranya dia bersama Adi, temannya yang usianya dua tahun lebih tua, asyik bermain seharian penuh di dermaga perahu-perahu nelayan di pelabuhan kecil Tanjung Tiram. Pelabuhan nelayan ini adalah lokasi pemancingan yang telah berulang-ulang diperkenalkan Daud Paloh kepada Surya setiap hari libur. Akibatnya, Surya harus mendekam dalam gudang satu jam. Gudang itu menjadi "penjara" pertama baginya.

Perlakuan keras tadi adalah yang pertama sekaligus terakhir. Sebab sesudahnya, Surya tak pernah lagi menerima hukuman seberat itu. Mungkin, Surya menyadari hukuman akan menanti jika melakukan pelanggaran atas aturan main yang berlaku di rumah sehingga dia tidak lagi berbuat nekad.

Ketegasan dan disiplin tinggi sebagai ciri khas aparat polisi dan militer memang sangat melekat kuat pada pribadi Daud Paloh. Tabiat itu pula yang melekat dalam benak Surya. Sang Ayah memiliki tabiat yang kukuh dan berani menantang risiko jika harus mengamankan dan membela anak buah, meskipun untuk itu harus mempertaruhkan nasib dan keamanan keluarga. Daud begitu teguh pada prinsip. Itulah pelajaran berharga yang dia peroleh dari ayahnya: Sebagai pimpinan tak segan-segan mengambil alih tanggungjawab demi keselamatan anak buah.

Cukup banyak sifat dan karakter ayahnya yang mengalir dan menjelma dalam diri Surya. Tidak mengherankan jika kebiasaan dan perilaku Daud Paloh menurun pada Surya. Seperti keberanian menantang arus, tabiat dalam melindungi anak buah, kedekatan dengan para staf, serta keteguhan dalam mempertahankan prinsip dan idealisme. Demikian pula sikap pergaulan dan wawasan kebangsaan yang sangat mencintai tanah air, adalah warisan Daud Paloh yang dikenal sangat luas dalam membina pergaulan.

Surya yang berbadan mungil namun berperilaku sok tua itu, misalnya, hampir kepada semua orang terutama teman-teman ayahnya kalau bertemu di jalan selalu menyapa, 'Om… Om… mau ke mana Om?' "Hal itu membuat banyak orang senang dengan Surya," kata Yusnah, saudara perempuannya.

Surya kecil senantiasa selalu diajak bermain di lingkungan pergaulan teman-teman ayahnya. Di situlah Surya mulai memahami makna sebuah pergaulan dan persahabatan. Sifat dan karakter bergaulnya mulai terbentuk. Menjalin hubungan baik dengan siapa pun menjadi sifat yang melekat pada dirinya.

2 comments:

  1. Setahu saya posisi terakhir Pak Daud Paloh adalah Inspektur Daerah Kepolisan-I Aceh (Irdak). Dan setelah pensiun sering berada di rumahnya di daerah Lam Teumen Banda Aceh.

    ReplyDelete
  2. Sebenar ayah Surya Paloh dari daerah paloh mana. Paloh Lhokseumawe atau paloh piedie?

    ReplyDelete